Senin, 28 November 2016

PEMBANTAIAN MUSLIMIIN ROHINGYA: *SISI GELAP BURMA (MYANMAR) DAN BUNGKAMNYA DUNIA*

Ahli Antropologi terkenal Inggris, DR Marranci dalam essaynya berjudul “The Other, Invisible Suffering of Burma”, mengatakan :”Berikut ini adalah realita

Burma - sekarang bernama Myanmar - yang mungkin anda belum pernah mendengarnya. Kaum muslimin di Burma adalah kaum minoritas yang teraniaya. Hal ini adalah kisah dan sejarah panjang yang saya akan berusaha meringkaskannyauntuk anda.

Burma - sekarang bernama Myanmar - memiliki populasi muslim sebanyak 4% (para pemimpin negeri muslim mengatakan 10%). Kehidupan kaum muslimin Burma - sekarang bernama Myanmar - tidak pernah mudah, hal yang sama dengan keadaan muslim lainnya (yaitu Palestina) yang mendapatkan janji besar dari kita, pemerintah Inggris.
Mereka hanya menerima penelantaran dan kesengsaraan setelah berakhirnya kolonialisme Inggris.

*Inilah kisah hidup masyarakat muslim Rohingya dan nasib suram mereka.

*Muslim Rohingya, paling banyak hidup di utara wilayah Rokhine dengan besar populasi hanya 4% dari total masyarakat Burma, namun populasi mereka sebanyak 50% di wilayah Rokhine (sebelumnya wilayah ini disebut Arkana).Islam menjangkau negeri ini melalui para saudagar pedagang Arab. Arkana dulunya adalah wilayah independen sampai tahun 1784 dan mereka mengembangkan budaya dan dialek bahasanya sendiri.

Pada tahun 1784, Raja Burma, Bodawpaya, mencaplok Arkana sebagai bagian wilayah kekuasaannya.Hal inilah yang membangkitkan perang geriyla berkepanjangan dengan masyarakat muslim, yang menurut para ahli sejarah, lenih dari 200.000 penduduk Arkana terbunuh.Banyak masyarakat lokal beragama Islam, pada waktu itu, direduksi dengan cara memperbudaknya dan dipaksa bekerja membangun biara-biara Buddha.

Perang tetap terus berlanjut, namun sayangnya pada tahun 1796, lebih dari 2/3 masyarakat muslim Arkana harus eksodus meninggalkan tanah airnya dan mengungsi di wilayah yang hari ini disebut sebagai Bangladesh.Arkana masuk ke dalam wilayah otonomi Inggris pada tahun 1885, karena itu banyak muslim Arkana akhirnya memutuskan untuk kembali ke kampung halaman mereka.

Perjalanan pulang ke kampung halaman mereka dari Bangladesh menjadi suatu ritual kejam yang harus mereka hadapi.Hingga perang dunia kedua, masyarakat muslim dan budha relatif bisa sedikit hidup bersama secaradamai.

Semenjak Jepang menguasai negeri ini pada tahun 1942, sekali lagi kaum muslim Arkana, dipaksa pergi dari Arkana, termasuk pula Inggris.Kaum Budha merasa bahwa mereka memiliki kesempatan untuk membersihkan populasi muslim dari Ariana (saat masa pendudukan Jepang), menyebabkan 20.000 masyarakat Muslim Arkana harus pindah ke wilayah teritori Inggris di India (yaitu Bangladesh).

Sebenarnya, ketika kaum Buddha Rakhine mendukung Jepang, masyarakat muslim (Arkana), sebagaimana di wilayah lainnya (pada saat itu) mendukung armada Inggris.Pemerintah inggris, sebagai rasa terima kasih kepada masyarakat muslim, mereka menjanjikan Rohaningyas sebagai kekuasaan otonom bagi mereka di wilayah utara negeri. Hal ini mendorong banyak pengungsi memutuskan untuk kembali ke tanah air mereka, dengan penuh harapan akan adanya kemungkinan memiliki negara mereka sendiri (yang merdeka dan otonom).
Namun, seperti biasanya di dalam hubungan dan sejarah Inggris dengan negara asing, janji tersebut tidak pernah diberikan (janji kosong).Hal ini juga menunjukkan fakta bahwa muslim (Arkana) awalnya mendukung Inggris dan berupaya memperoleh wilayah yang otonom di bagian utara negeri Burma - sekarang bernama Myanmar - menunjukkan bahwa muslim (Arkana) merasa curiga dengan rezim pemerintahan Burma dan masyarakat Buddha pada umumnya.

Perasaan semacam ini yg dirasakan kaum muslimin Burma, tidak hanya ada sampai hari ini, namun juga diperkuat setelah Thaliban menghancurkan patung Buddha di Bayan.Masyarakat muslim di Burma, tidak pernah dianggap sebagai warga negara. Mereka tidak memiliki hak dan seringkali mendapatkan dikriminasi dan dibunuh tanpa pandang bulu.
Banyak dari mereka, terutama setelah tahun 1962 harus meninggalkan negara mereka dan hingga hariini masih tinggal di kamp-kamp pengungsian di Bangladesh, yang sebenarnya negara ini tidak menerima mereka.

Walaupun kaum muslimin Rakhine juga turut ambil bagian dalam revolusi tahun 1988 di Burma, dan mereka lebih banyak menerima dampak konsekuensi dari revolusi tersebut melebihi kaum Buddha, namun mayoritas pendeta Budha dan kaumBuddhist memiliki sentimen anti Islam, terutama berangkat dari kekhawatiran terjadinya kemungkinan pernikahan interras.

Selebaran-selebaran yang mengagung-agungkan kemurnian ras dan Buddhisme, yang membangkitkan sentimen anti Islam, telah disebarluaskan semenjak tahun 2001 (yaitu _Myo Pyauk Hmar Soe Kyauk Hla Tai_ atau "Kekhawatiran akan hilangnya ras").Publikasi yang menghasut ini, menyerukan untuk melawan Islam, sebagaimana merebaknya isu/fitnah yang menyebutkan adanya muslim yang memperkosa anak-anak di jalan, menghasut terjadinya rentetan kericuhan para pendeta untuk melawan keluarga muslim dan menghancurkan masjid-masjid.Pada akhirnya, banyak kaum muslimin terbunuh danmasjid-masjid hancur, dan sekali lagi, masyarakat muslim Rohingya harus mengungsi kembali ke Bangladesh …”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar